Dia itu pandai menyihirku dengan kata-kata. Sampai tak terasa aku justru tersenyum di saat aku seharusnya marah kepadanya. Cukup dengan satu kalimat. Kamu itu imajinatif, katanya.
Terakhir waktu saat aku sedang rajin-rajinnya bercermin seorang diri di kamarku, baru aku menyadari ternyata sudah seminggu ini dan seminggu yang lalu aku selalu marah-marah. Aku tidak bisa berterus terang.
Ada rasa tak sukaku untuk menerima kehadirannya dalam bentuk apa pun. Aku dianggap seperti tidak penting. Dan terhipnotis oleh auranya yang begitu cepat aku tangkap.
Dia angkuh. Dia hebat. Tapi, bukan berarti mengetahui segalanya. Dia tidak sudi masuk ke duniaku tapi dia memaksa aku untuk masuk ke dunianya. Kenapa tidak mati saja dia?
Aku budaknya. Aku suka diperbudaknya. Dia tuanku. Tuan yang memperbudakku. Siang dan malam.
: Semua tentang kita, adakah U menjadi warna awal dan akhir?
Showing posts with label 26 hari menulis kisah Alfabet. Show all posts
Showing posts with label 26 hari menulis kisah Alfabet. Show all posts
Friday, June 10, 2011
Tuesday, May 17, 2011
T
Malam ini tanpa sengaja saya diingatkan oleh beberapa kenangan di luar dugaan yang sudah terjadi antara saya dan Romo. Kali ini kenangan tentang ikatan batin kami yang saling mengikat melewati mata batin yang mungkin hanya disadari jika sudah terjadi. Ah, saya selalu percaya kok. Belum ada sesuatu yang salah sepertinya sekalipun saya percaya tentang hal yang satu ini.
Telepati. TELEkomunikasi PAkai hanTu sendirI. Kami tidak punya hantu. Hanya saja merasa seolah-olah kami mempunyai hantu. Ya, bisa dikatakan hantu di sini sebagai asisten. Sekedar asisten untuk menjadi perantara jika ingin mengatakan sesuatu hanya lewat pikiran walau dengan jarak bermil-mil jauhnya.
Hantu saya selalu datang di saat saya tidur. Namanya Mi Go. Saya sering cerita ke dia tentang bagaimana saya hari ini. Ya, dia mendengarkan, dia memberi masukan. Layaknya seorang penasehat. Tapi, bukan dia yang menentukan pilihan karena Mi Go adalah sekumpulan pilihan. Saya lah yang harus memilih. Ok, itu cerita sedikit tentang hubungan saya dengan Mi Go.
Seperti yang sudah saya katakan tadi kalau hantu saya selalu datang di saat saya tidur. Mulai dari menjamu tamu yang entah siapa pun itu yang datang melihat saya saat sedang tidur, sampai ke perihal tentang bagaimana mimpi-mimpi saya saat tidur. Mimpi-mimpi saya selalu didominasi oleh Romo. Padahal di saat dalam keadaan sadar atau bahasa sederhananya di saat pagi siang sore dan malam, kami selalu bertemu, di saat mimpi menjelang pun, Romo kerap datang menghampiri saya. Beda cerita di pertemuan dunia nyata dengan cerita di pertemuan dunia mimpi. Saya merasa seolah-olah selama ini saya tidak pernah tidur. Hanya tubuh saya saja yang sedang beristirahat. Sementara inti dari sosok saya terus hidup tanpa jeda. Bertemu dengan Romo di dua dunia membuat saya sering tidak bisa membedakan mana nyata dan mana mimpi.
Seperti malam itu. Tiba-tiba setelah saya mengirim sms kepada Romo, mata saya langsung tertutup tanpa ada pemberitahuan. Nah, di saat detik-detik mata akan tertutup, telinga saya menangkap suara Romo berbisik kepada saya: "Jadi kalau ayank bisa bilang L, ayank gak bisa bilang A?" ..dan saya pun langsung terbangun!! Saya ambil handphone dan mengetik sms ke Romo tentang apa yang barusan saya dengar. Tidak ada balasan. Besoknya saya baru tahu, ternyata saat saya mengirim sms yang kedua itu, Romo baru saja tidur. Wah..cepat sekali Romo datang menghampiri saya di alam bawah sadar saya!! Sampai sekarang saya masih belum paham apa maksud dari kalimat yang Romo bisikkan ke saya.
Tentang pagi kemarin. Pagi-pagi saya tertidur dan Romo juga pasti belum bangun. Mi Go menyuguhkan saya sebuah mimpi di mana saya bertemu dengan Romo. Di mimpi itu saya ingin membeli makanan dari buah-buahan. Sementara penjaganya sedang tidak ada. Penjaganya akan kembali ketika menjelang siang. Dan Romo pun mengatakan, "Nanti siang aja kita balik lagi sekalian perbaiki ban motor yang bocor." ..saya terbangun!! Ban motor Romo memang sedang bocor sudah beberapa minggu ini. Saya jadi taruhan dengan Mi Go. Saya yakin pasti nanti siang Romo menjemput saya di simpang Ring Road dengan Satria yang bannya tidak bocor lagi, bukan dengan Beat adiknya. Dan TERNYATA..siang itu Romo menjemput saya dengan Satria yang bannya tidak bocor lagi!! Saya pun tertawa kepada Mi Go. Penuh kemenangan.
Dan masih banyak kenangan-kenangan lainnya yang..hehehe..sedang malas saya ceritakan.
: Kamu punya hantu sendiri? Punya. Siapa namanya? Namanya T.
Sunday, April 17, 2011
S
Untuk: Akar.
Di mana pun kamu berada.
Lama tidak bertemu bukan berarti saya lupa.
Berjalan 2500 tahun bukan sebentar, saya harap kamu
mengerti. Asko sangat dingin dan tempat ini sangat asing.
Padahal ini tempat kita biasa belajar tapi sudah tidak sama, ya?
Akar, matahari kelima akan terbenam tidak lama lagi. Saya
ingin optimis tapi sulit. Mereka masih mengira mereka terpisah.
Saya cemas matahari tenggelam sebelum semua frekuensi
lepas landas. Tapi mereka seperti bertahan. Sengaja bertahan.
Jangan takut, Akar. Kebenaran yang tak bernama tak pernah
terputus. Datang sebelum waktu. Hadir sebelum ruang.
Kamu selalu bercermin. Poros keempat yang tidak terlihat,
jangan lupa itu.
Salam saya untuk tiga teman kamu. Petir harus dibuat lebih
percaya diri.
Selamat menjadi:
S
[Dee; Supernova: Akar; Cet I: November 2002, Keping 36; Selamat Menjadi: S; 208-209]
Sunday, April 10, 2011
R
Apa salahnya jika bosannya saya menjadi rahasia? Apa salahnya? Dia saja pandai menutupi dan saya anggap itu menjadi rahasia. Biasanya saya akan selalu cerita kalau saya bosan, kalau saya ini, kalau saya itu. Tapi, sekarang itu rahasia. Percaya?
Punya rahasia itu menyenangkan.
Saat ditanya, "Ayank kenapa, Yank?"
Jawabnya, "Gak kenapa-kenapa, Yank."
Percaya? Mana mungkin. Saya anggap dirahasiakan karena saya malas menjawab. Dia tahu kok kalau saya kenapa-kenapa. Dia juga tahu kok kalau saya malas bicara. Dia juga tahu kok kalau saya sudah begitu inginnya tergeletak di kamar. Tubuh lelah, bicara pun malas. Akhirnya, saya berahasia.
Saya ada rahasia. Bukan berarti saya tidak jujur. Saya ada rahasia. Bukan berarti saya kenapa-kenapa. Saya ada rahasia karena itu semua tidak penting untuk diajak bicara.
Seharusnya saat saya ditanya ada apa dengan saya, saya tinggal jawab "b.o.s.a.n!"
Tapi, sekarang yang begitu itu jadi rahasia.
Ya iya lah. Saya bosan, dianya yang bingung. Bagaimana tidak bingung kalau saya bosan dengan buku, FB, TV, majalah, kerjaanseni, orang-orang di luaran, jalanan, kota, matahari, bahkan mimpi di saat tidur. Bagaimana tidak bingung? Dia bingung mengatasi bosannya saya. Ujung-ujungnya saya disuruh tidur. Di pangkuannya. Sementara dia sibuk dengan tuts dan monitor berwarna.
: Ayank, saya punya rahasia. Inisialnya 'R' (mengigau).
Saturday, April 9, 2011
Q
Ada satu penghuni ransel yang sedang saya suka bawa kemana- mana. Ya, sudah hampir dua minggu ini saya pakai ransel terus. Eiger. Biasanya pakai tas samping perempuan yang nyelip di ketek. Tapi, kali ini, agak berubahlah sikit. Nah, apa itu?
Entah apa lah itu. Pokoknya saya bawa-bawa. Mungkin kalau orang-orang terlalu dijaga begitu rupa ini barang. Kalau saya ya bawa seperti biasa saja. Ah, kita tidak sedang bermain-main 'Apakah aku?' Saya hanya ingin tidak mau berterus terang saja. Holalalala..
Seharusnya sudah dari sejak dulu saya rajin membawanya. Dulu, saya segan. Tak enak jika dilihat orang. Sekarang, tak peduli saya apa orang kata dengan mereka punya mata. Saya juga punya mata. Jadi, biasa saja. Saya pun sudah katakan kepada dia kalau saya akan bawa barang ini kemana pun saya pergi. Tak ada yang salah jika saya pakai di saat saya sedang menunggu pesanan makanan datang.
Takjub saya dengan barang ini. Tak terkira.
Walau saya urakan, bukan berarti saya tak pantas menggunakan barang ini. Peduli apa coba?
: banyak tumpukan surat di dalamnya, Q.
Sunday, April 3, 2011
P
Ada apa sebenarnya? Saya saja tidak mengerti. Tapi, selalu saja disudutkan. Padahal sudah berulang kali saya katakan kalau saya tidak di sudut.
Terkait dengan dua buah buku tulis yang saya punya, itu tidak ada kaitannya dengan siapa pun. Itu hanya dua buah buku tulis kosong. Tidak ada isinya.
Hari ini juga tidak ada surat yang datang. Mungkin saya belum mengecek. Hanya saja memang sejak dari kemarin tidak ada satu pun surat yang masuk.
Kalau ada yang ingin melenyapkan urusanmu, jangan bertanya kepada saya. Tapi, tanyalah kepada mereka.
Tertanda: P
Friday, April 1, 2011
O
Jangan sinis kepada saya jika ternyata saya sangat mengagumi sosok seorang Nyai Ontosoroh. Terlepas dari seperti apa hidupnya, saya menilai takjub akan keberaniannya. Walau dendam itu bukanlah sesuatu yang salah baginya, saya tetap merasa kalau dia pasti akan terlihat sangat sexy dengan ekspresi jijiknya terhadap hukum Eropa. Ah, saya sudah tidak sabar ingin menonton film Bumi Manusia dari Mira Lesmana. Penasaran saya kira-kira siapa yang memerankan sosok Nyai Ontosoroh.
Dia sang otodidak tentang segala hal. Tidak ingin tertinggal dari bangsa penjajah. Ah, bagaimana ini?
Wednesday, March 30, 2011
N
Entah sudah berapa kali aku bercermin. Sesaat, hanya diam memaku dengan tetap menatap. Sesaat yang lain, bergelayutan manja dengan embun nafas yang mendekat. Entah sudah berapa kali.
Entah sudah detik yang ke berapa aku masih bisa merasa hidup untuk merasakan hidup. Entah sudah berada di zaman apa, aku merasa hidup kembali untuk kembali hidup. Tapi, aku selalu ketakutan.
: nama kita ada huruf N-nya ---> AwaNg & YuNi
Tuesday, March 15, 2011
M
Aku pernah sekali ingin membunuh pagi karena malam lebih bersahabat. Tapi, dengan apa? Aku ingin menghentikan pagi agar aku tetap bisa berjalan di garis malam. Tapi, untuk apa? Aku ingin mengatakan "Jangan sebut pagi! Tapi, sebutlah malam!". Kepada siapa?
Wednesday, March 9, 2011
L
Rumahku rumah bercat putih. Tapi, ada hitam di dalamnya. Silakan buka pintu depan yang pertama. Jangan membisu saat kau lihat hanya lorong hitam berdinding kayu dua meter ke depan. Setelah sampai di ujung dua meter, jangan menggerutu jika kau disuruh memilih ke kanan atau ke kiri. Aku sarankan untuk ikuti apa hati berkata. Jika hatimu diam saja, paksa dia supaya berkata. Nah, apa yang kau pilih? Kiri? Baiklah. Aku tidak mengatakan kiri selalu neraka. Bisa saja tahun ini Tuhan berganti ide. Mungkin untuk perbaikan suasana. Jadi, jangan peduli apa kata mereka yang tak mengerti.
Setelah kau ke kiri, jangan lupa kau raba kembali lorong hitam berdinding kayu itu. Jangan kau pikir lorong itu hanya berakhir sampai di situ. Masih panjang lagi teka-teki yang harus kau pecahkan. Aha! Kau benar! Itu adalah Labirin. Mengapa? Kau merasa dijebak? Tidak. Aku tidak menjebak. Kau sendiri yang ingin datang ke rumahku. Dan, beginilah rumahku. Kau akan memasuki lorong yang panjang dengan ujung yang terkadang buntu. Jika kau menemui kebuntuan di ujung yang buntu, saranku adalah BERPIKIRLAH!
Sementara kau terus berjalan untuk mencari di ujung lorong mana pintu kamarku berada, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Kamu tahu mengapa Labirin berbentuk seperti mirip tembikar? Ah, aku sedang tidak punya kata untuk menyebut kata gantinya. Kamu tahu? Baiklah. Begini saja. Kamu tahu mengapa Labirin berbentuk seperti gumpalan otak yang berlipat-lipat di dalam batok kepalamu itu? Menurutku karena Labirin menuntut untuk berpikir bagaimana memecahkan pikiran. Ya apa saja bisa dijadikan pikiran. Teka-teki, rasa penasaran, masalah, imajinasi, apalagi? Di Labirin kau disuruh memilih. Memilih dengan berpikir agar tidak salah. Jika salah, buntulah yang kau dapat. Jika benar, jalan terus belum tentu menjadi akhir cerita. Aku pikir bisa saja mengapa Labirin harus dibuat seperti isi dalam otak. Supaya kamu berpikir. Maka, sekarang gunakan terus otakmu dan berhentilah bertanya kepadaku!
Aku akan menunggumu di depan pintu kamarku. O ya, lorong hitam berdinding kayu di depan kamarku itu jika dari barat terlihat seperti huruf L. Cari saja.
Monday, January 31, 2011
K
Inginnya setiap hari menulis surat untukmu karena hanya itu yang aku bisa. Tapi, ketakutan sudah muncul terlebih dahulu. Takut tidak kamu baca. Biasanya 'kan selalu begitu. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini sepertinya kamu diam-diam membacanya juga. Bukan suratku, tapi tulisan-tulisanku yang lain. Surat untukmu 'kan belum aku kirim. Dan aku dengar juga dari orang lain kalau kamu pun diam-diam memujiku di depan orang lain, bukan di depanku. Mungkin itu sisi romantismu untukku. Terima kasih.
: Siapa K?
Sunday, January 30, 2011
J
Tadi, senyumku hilang (lagi). Mendadak entah tercecer di mana. Mungkin aku lupa gara-gara apa hingga senyumku hilang begitu saja. Rasanya seperti minum air tawar dan makan roti tawar. Kenyang tapi hambar. Anehnya, aku tidak berusaha mencarinya lagi. Sepertinya aku lebih nyaman dia hilang, pikirku.
Karena aku sedang tak punya senyum, aku lebih memilih menyendiri. Aku membuat jarak semampu mungkin terhadap orang-orang di sekitar. Aku jadi benci suara-suara karena takut mempengaruhi kembalinya senyumku. Bisa jadi aku memang mengharapkan senyum itu tercecer seperti yang sudah terjadi.
Sedangkan dia yang lain, meminta tangan kananku untuk dipegangnya. Dia mungkin khawatir mengapa senyumku hilang. Aku tidak peduli. Aku pikir dengan hilangnya senyumku maka ada jarak di antara kami. Tapi, aku salah menilai. Dia tidak menginginkan ada jarak itu. Akhirnya aku meminang waktu agar dia bosan melihat aku yang tak tersenyum.
: Ya, aku pinang waktu dengan kecepatan agar aku bisa mendapatkan si J.
Saturday, January 29, 2011
I
Kamu senang sekali berjalan-jalan, berlari-lari, melompat-lompat bahkan tiba-tiba berhenti diam. Sudah ribuan kali orang lain mengatakan kepadamu bahwa kamu mutlak divonis gila. Kamu paham itu? G-i-l-a, hahaha... Tapi, aku tidak membencimu. Sangat tidak sama sekali. Justru aku memeliharamu agar aku tetap terlihat cantik dan awet muda. Bahkan aku berpikir mungkin kamu bisa mencegahku dari alzheimer. Wah, aku hanya menebak!
Entah mengapa kamu suka hadir di saat aku sedang berada di posisi tidak fokus. Diam-diam kamu menyelinap hingga akhirnya aku bergumam sendiri sambil mengerjakan sesuatu. Aku jadi berbicara sendiri karena berada di bawah kendalimu. Oh, begitu hebatnya kekuatanmu hingga bisa mengontrolku sedemikian hingga. Tapi, aku menikmatinya. Aku bisa uring-uringan kehilanganmu saat kamu susah datang di kala posisiku sedang di titik fokus.
Kamu ingat tidak ceritaku dulu yang judulnya "45 menit itu..." ? Mungkin kamu lupa, tapi aku menceritakan kamu di situ. Bahkan temanku si Boy terkejut saat mengetahui ada kamu di dalam diriku. Ini petikan dialog saat itu. Aku yakin kamu pasti masih mengingatnya.
A: "Coba satukan kepalan jari-jarimu yang tangan kanan dan tangan kiri." (Aku satukan aja walau gak ngerti apa maksud dia...)
A: "Jempol apa yang paling atas?"
B: "Jempol kiri. Kamu?"
A: "Aku jempol kanan."
B: "Trus maksudnya?"
A: "Coba diganti jempol kanan yang di atas. Apa rasanya?"
B: "Anehlah."
A: "Berarti....???? Kenapa gak di pake sih otak kananmu kalau memang kayak gitu posisi jempolmu?????"
B: "Maksudnya?"
A: "Atau jangan-jangan gak punya otak?????????"
B: "Iiiiiissshhhh...apaan sih? Gak ngerti aku, Boy?"
A: "Gini Yun. Kalau jempol kiri yang di atas berarti selama ini kamu lebih dominan pake otak kanan dalam beraktifitas. gitu juga sebaliknya."
B: "Berarti kamu pake otak kiri?"
A: "Ya."
B: "Trus otak kanan itu apa?"
A: "Aaaaarrrrgh....makanya jangan baca novel aja. Baca buku tentang otak juga."
B: "Hehehehehe...."
A: "Otak kanan itu kayak imajinasi, kreatifitas, dan sejenisnya. Kalau otak kiri itu kayak numerial, logical, dan sejenisnya."
B: "Ooooooooooooooohhh....."
A: "Trus, kenapa kamu gak nyadar-nyadar juga dari dulu kalau otak kanan kamu itu yang bekerja?"
B: "Ya mana aku tau!!"
A: "Sekarang udah tau kan?"
B: "Iya, udah."
A: "Kamu itu melihat dunia lebih dengan emosi. Tidak bisa langsung terima begitu saja 1+1 = 2. Sedangkan aku lebih pakai logika makanya...."
B: "Makanya kamu suka dengan imajinasiku kaaaaaaannnn... (senyam-senyum)"
A: "Ya."
B: "Hahahahahahaha....."
Kamu sudah ingat? Baguslah kalau kamu mengangguk. Nah, saat ini aku sedang membutuhkanmu untuk meracik delapan kata yang sudah ada di tanganku berkat Romo untuk menjadi ramuan yang akan aku kirimkan ke Bali. Jadi, jangan pergi!!
: Tahukah kamu I itu selalu menjadi awal dan akhir pada kata "imajinasi" ?
Friday, January 28, 2011
H
Sepuluh tahun kemudian baru aku mulai membacanya setelah dicetak pertama kali pada September 2000. Aku tergelak membayangkan seorang J. K. Rowling menuliskan fantasinya setelah tiga belas penerbit menolak naskahnya begitu saja. Aku pun langsung teringat dengan Sarah Singleton yang sudah membuatku terhenyak dengan cerita fantasinya terutama di akhir cerita "Century" yang sampai sekarang masih membuatku berdecak kagum tiada tara. "Heretic"-nya Sarah Singleton akan menjadi makananku berikutnya. Walau aku telat membacanya sepuluh tahun, tapi aku sudah mempunyai niat untuk memburu J. K. Rowling di kemudian hari.
Entah sudah berapa kali aku menonton film Harry Potter dari edisi pertama sampai yang ke enam yang diadaptasi dari novelnya J. K. Rowling, tapi aku tetap tidak mengerti dengan ceritanya. Aku benar-benar mengecewakan! Karena aku tidak mengerti, makanya di film yang ke tujuh bagian pertama aku belum menontonnya sampai sekarang. Aku putuskan untuk membaca terlebih dahulu novelnya. Dan, sekarang aku sedang memulainya. Wow!! Aku diajak bertamasya oleh J. K. Rowling menyusuri khayalan tingkat tingginya yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku. Aku jadi berpikir, sepertinya dari dulu-dulu aku lebih menyukai literatur Inggris daripada Amerika.
Aku masih terpukau dengan ceritanya dan tidak sabar ingin segera membaca edisi yang ke dua. Aku suka fantasi. Aku suka yang tidak nyata. Aku suka mimpi. Dan aku suka imajinasi. Aku tidak punya kata lagi, J. K. Rowling. Mungkin sudah dicuri olehmu untuk cerita fantasi berikutnya.
: Aku lihat di tengah-tengah lambang sekolah sihir itu ada huruf H. Kamu tahu 'kan nama sekolah itu?
Thursday, January 27, 2011
G
Aku adalah setiaphari mu.
: yang menjadi mata atas kemunafikan
Aku adalah setiaphari mu
: yang menjadi telinga atas kebohongan
Aku adalah setiaphari mu
: yang menjadi lidah atas pembenaran
Aku adalah setiaphari mu
: yang menjadi tangan atas kekerasan
Aku adalah setiaphari mu
: yang menjadi kaki atas kekuasaan
Aku adalah setiaphari mu.
: kumpulan para rusuk sebelah penerima titah yang tidak bisa dibantah
Aku adalah setiaphari mu
: penerima siksa lewat kata-kata dan sembunyi adalah dunia
Aku adalah setiapharimu
: bersemayam atas nama tanpa bela dan tanpa raja
Aku adalah setiapharimu
: menunggu tinggalnya tujuan dengan harap bukan di depan
Aku adalah setiapharimu
: yang menjadi di antara di segala antara
Aku adalah setiapharimu
: memandikanmu dengan jutaan sperma
Aku adalah setiapharimu
: yang membunuhmu dengan bungkam atas persetujuan para setan
Aku adalah setiapharimu
: jika anakmu lahir, berilah mahkota dan singgasana.
Aku adalah setiapharimu
: jika kau kata dia noda, itu lah dosa kita.
Apa kamu pikir aku sedang membicarakan G kepunyaan para Masonik?
Wednesday, January 26, 2011
F
Oh, aku sedang semangat-semangatnya membaca. Sebuah kemajuan yang naik setingkat untuk ukuran pemalas sepertiku. Biasanya kalau aku sedang malas membaca, hanya dengan memandang-mandang saja tumpukan otentikku di rak buku, aku anggap aku sudah membaca mereka. Padahal itu 'kan hanya aku pandang, bukan aku baca. Jauh beda. Sangat!
Kalau tidak tergoda dengan tidur-tiduran, aku pasti bisa cepat menyelesaikan tumpukan bacaanku. Kali ini ada: Biru (Fira Basuki), Blakanis (Arswendo Atmowiloto), Ocean Sea (Alessandro Baricco), Tabula Rasa (Ratih Kumala), Heretic (Sarah singleton), Cala Ibi (Nukila Amal), dan Harry Potter (J.K. Rowling). Selain Harry Potter, semuanya dari rak buku pribadi. Begitu banyaknya otentik di rak buku pribadi yang belum dibaca sementara mereka sudah menginap di situ entah sudah berapa lama tanpa aku sentuh. Belum lagi yang lainnya. Huh!
Ada kepikiran untuk membuat semacam kritik sastra asal-asalan dari semua otentik yang ada di rak buku pribadi. Aku ini pelupa. Bahkan cerita di novel yang aku tulis sendiri saja, aku bisa lupa. Parah memang!
Sebentar lagi novelku selesai aku edit. Selanjutnya, entah akan diapakan novel itu, aku tidak tahu. Yang penting: tulis saja apa yang ingin ditulis.
: F itu tetaplah fiksi. Kamu?
Tuesday, January 25, 2011
E
Tiba-tiba, aku jadi ingin diam. Aku jadi tidak ingin bertemu dengan kamu dulu. Aku ingin menyepi di dalam kuil untuk bersenandung lagunya para Dewa dan Dewi. Aku butuh maya.
Aku punya sebuah labirin dalam bungkusan tengkorak. Karena itu kita pasti harus berpikir jika sudah terjebak di dalam pagar labirin karena berpikir harus dengan otak dan otak itu adalah labirin. Labirin kembali ke labirin. Di dalam labirin aku punya massa. Bukan massa labirinku. Tapi, massa dari yang maya. Bagaimana menghitung yang maya itu? Menyentuhnya saja begitu nihil.
Sedangkan di dalam tubuh ini mengalir darah yang mengandung pengetahuan. Jangan sampai tercecer darahmu karena akan gampangnya pengetahuanmu menguap. Maka, jagalah kesehatanmu.
Sementara waktu (ah, itu lagi!) dia punya catatan sendiri. Dia tahu kalau dirinya selalu dihujat. Tapi, apa boleh buat, kata waktu.
: Kecepatan selalu membutuhkan waktu. Jarak pun akan bersanding dengan waktu.
Aku bukan tidak mau mempelajari kitab agama baruku. Aku hanya masih penasaran dengan teori laki-laki yang gambarnya ada di dinding kamarku. Jadi, aku ingin mempelajarinya sejenak.
E = mc2 ---> energi dari reaksi nuklir maya
Nuklir itu sedang dirakit di labirin sebelah kanan. Mungkin akan meledak di antara jantung dan hati.
Monday, January 24, 2011
D
Pernah menjadi taruhan di saat aku menjadi pujaan.
Oh, kali ini tidak akan lagi. Aku sudah tidak punya nafsu kembali menjadi pujaan, apalagi yang dipertaruhkan.
Aku bukan dadu untuk diadu-adu.
Aku hanya perempuan lugu yang masih belajar baca dan tulis untuk mencintaimu.
Ya, aku lupa kali ini dadu siapa yang aku genggam. Sepertinya setelah terbangun dari mimpi nanti, dadu itu akan memberi petunjuk akan berhenti di angka berapakah dia setelah diguncang-guncangkan dalam genggamanku.
: angka empat
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa?
Karena empat menjadi angka penerimaan kamu atas cintaku, katamu.
Tanggal empat belas, bulan empat, tahun dua ribu sembilan. Pukul nol nol lewat empat belas menit.
Satu per empat sampai empat per empat, cinta itu bertumbuh.
Bahkan nomor rumahku ada angka empatnya juga, katamu lagi.
Dan, hey..hari ini tanggal dua empat! Ada angka empatnya juga, bukan? Katamu dengan penuh euforia.
: baru tahu ternyata D ada di urutan ke empat!
Sunday, January 23, 2011
C
Siang, dua minggu yang lalu, aku tidak bertemu denganmu. Rasanya telingaku mendengar ada petir yang sedang kawin dengan marahnya Tuhan saat aku membaca pesan darimu bahwa siang itu kita tidak perlu bertemu. Hei, "tidak jadi" dengan "tidak perlu" itu beda. Kalau kamu katakan "tidak perlu" berarti siang itu aku tidak penting bagimu.
Dosis marah yang kutenggak ternyata begitu terlalu hingga membuat aku tertidur dengan peluh. Aku dibawa jalan-jalan dari satu mimpi ke mimpi yang lain. Tidak sempat singgah berlama-lama apalagi menginap di setiap mimpi. Sepertinya kali ini durasinya begitu cepat. Kamu masih ingat bukan teori perbandingan waktu dalam mimpi dengan kehidupan nyata di film Inception?
Antara pejam dan melek aku masih sedikit-sedikit mendengar suara orang berbicara dan berlalu-lalang di luar kamarku. Suara mama, ayah, bahkan suara TV sekali pun masih bisa aku bedakan antara pejam dan melek bahkan di saat rohku sedang bertamasya di banyak tempat.
Dan, saat itu terjadilah. Pintu kamarku seperti ada yang membuka dan dibanting dengan buru-buru. Posisi tubuhku di atas tempat tidur adalah kepalaku berada di bagian yang seharusnya itu untuk posisi kaki dan kepalaku membelakangi pintu kamar. Karena ada yang membanting, aku terbangun dengan setengah sadar kemudian mendongak ke belakang kepala untuk melihat siapa yang barusan membanting pintu kamarku. Anehnya tidak ada siapa-siapa. Tapi, aku merasa seperti ada yang barusan saja masuk ke kamarku dan sedang berdiri di ujung kiri tempat tidurku tanpa terlihat olehku. Aku hanya bisa merasakannya saja. Karena tidak ada siapa-siapa, kepalaku yang tadinya aku dongakkan, aku turunkan kembali seperti semula. Pegal juga leherku mendongak ke belakang.
Tiba-tiba, tubuhku ditindih oleh sesuatu yang tak tampak oleh mataku. Aku sadar mataku sedang tidak terpejam. Aku masih bisa melihat kepala tempat tidurku. Tapi, tubuhku memang tidak bisa bergerak. Seperti diikat oleh akar pohon. Bahkan aku juga masih bisa mendengar suara-suara di luar kamarku. Aku masih bisa mendengar barusan itu mamaku sedang berteriak memanggil ayahku. Suara TV juga masih menyala di ruang tengah tanpa ada yang menonton, sepertinya. Aku paksakan tangan dan kakiku untuk bisa terangkat, tapi sia-sia.
Terlihat olehku di atas langit-langit kamarku seperti ada kain yang sangat tipis, transparan, sedang melayang jatuh menuju ke atas tubuhku. Aku yakin aku sedang tidak bermimpi. Aku bisa merasakan sedikit kejatuhannya menyentuh kulitku. Dan aku masih tetap tidak bisa bergerak. Kemudian dari arah kanan kepalaku seperti ada yang barusan saja naik ke atas tempat tidurku dan duduk di belakang kepalaku. Mungkin sekitar ada tiga orang (aku bingung harus menyebut orangkah, atau apa?). Tempat tidurku berderit dan aku merasa ada sedikit guncangan layaknya tempat tidur yang sedang dinaiki oleh banyak orang sekaligus. Aku bisa merasakannya padahal tidak ada siapa-siapa di belakang kepalaku. Sedangkan dari arah kiri kepalaku, seperti ada yang barusan naik dengan tergesa-gesa. Dia menarik sedikit lengan kiriku dari atas dadaku untuk diluruskan dan diletakkan di sebelah tubuhku. Kemudian ujung bajuku yang tersingkap hingga terlihat perutku saat tidur tadi, ditariknya ke bawah agar sebagian tubuhku yang terbuka menjadi tertutup. Aku tidak tahu siapa itu dan siapa mereka yang ada di belakang kepalaku. Tiba-tiba, dia yang menarik tanganku tadi menampakkan lengannya yang seakan-akan ingin memelukku. Hanya lengannya saja yang terlihat olehku. Dia seperti sedang bersembunyi berbaring di sisi kiriku dan ingin memelukku dengan lengan kirinya.
Aku seperti mengenal lengan itu kepunyaan siapa. Seperti punya anak laki-laki berbadan kecil dan berkepala botak yang juga pernah datang ke kamarku dan duduk di atas tubuhku. hampir dua bulan yang lalu. Itu terjadi pada saat malam Jum'at. Aku lupa tanggal berapa. Entah untuk apa dia datang ke kamarku. Pada saat itu, anak laki-laki berbadan kecil dan berkepala botak itu duduk di atas tubuhku, dan aku pun tidak bisa bergerak seperti siang itu. Setelah lama aku memaksakan diri untuk bisa bergerak, akhirnya tubuhku pun terlepas juga dari ikatan yang entah apa itu. Kemudian aku kembali tidur. Tiba-tiba, aku terbangun lagi. Aku merasa seperti ada yang duduk di ujung kakiku. Tubuhku masih diam tidak bergerak. Terasa olehku sepertinya di ujung tempat tidurku, tempat di mana posisi kakiku kuselonjorkan, seperti ada yang barusan bangkit dari duduknya. Terlihat ada bekas seperti kain seprai yang bergeser sedikit. Aku tidak tahu siapa yang duduk di ujung kakiku itu. Tapi, perasaanku mengatakan seperti seorang perempuan. Mungkin siang itu mereka datang lagi. Entah untuk apa.
Aku masih tetap tidak bisa melihat mereka. Setelah kain transparan yang sangat tipis itu terasa menutupi satu tubuhku, aku seperti ingin dibedah saja. Tangan kananku seperti ada yang menahan agar telapak tangannya mau terbuka. Dan akhirnya terjadilah. Aku melihat bagaimana telapak tanganku itu dicungkil oleh sesuatu. Aku melihat ada lubang berwarna coklat kehitaman di telapak tanganku. Tidak ada sedikit pun darah tapi sakitnya bukan main. Dalam seketika kesadaranku mereka alihkan. Aku seperti barusan saja diberi bius agar tidak merasakan sakitnya dicungkil seperti itu. Aku kembali ke alam mimpi. Aku tidak merasakan sakit itu lagi. Di mimpi itu aku melihat padang rumput yang begitu hijau. Ada beberapa anak kecil yang memakai gaun putih sedang berlarian entah menangkap apa. Ternyata mereka sedang menangkap peri-peri kecil dengan berbagai warna. Aku pun ikut mengejar mereka. Tertangkap olehku satu peri kecil berwarna merah. Sangat cantik sekali.
"Hey, jangan tangkap aku, Yuni. Aku ini perimu. Peri Aulthum. Tangkap saja yang lain."
Karena dia sedikit marah, ditusuknya telapak tangan kananku dengan tongkat kecilnya yang runcing itu. Aku merasakan sakit dan seketika membuka genggaman tanganku dan peri merah itu terbang bebas lagi. Sakitnya bukan main ditusuk oleh peri kecil itu. Ternyata rasa sakit ditusuk itu adalah rasa sakit yang sedang aku rasakan karena telapak tanganku sedang dicungkil oleh mereka. Tiba-tiba, aku kembali lagi ke alam sadarku. Telapak tanganku masih dicungkil dan mereka memberiku bius lagi. Aku kembali ke alam mimpi tadi. Kali ini aku melihat peri hijau yang sedang terbang. Aku ingin menangkapnya, tapi dia juga sedikit marah.
Aku tidak tahu siapa nama peri hijau itu. Sedangkan Peri Anuselia adalah peri berwarna putih keemasan.
Karena sepertinya mereka tidak ingin ditangkap olehku, aku akhirnya diam saja mematung. Samar-samar aku seperti mendengar ada yang sedang berdiskusi. Aku tidak tahu siapa. Aku hanya mendengar suara-suara. Tidak jelas apa yang mereka katakan. Aku juga tidak mengenal bahasa mereka. Tiba-tiba, aku ditarik menjauh dari padang hijau itu. Ternyata biusku sudah habis lagi. Baru kutahu, mereka yang sedang membedahku itu yang sedang berdiskusi entah tentang apa.
Karena sepertinya mereka tidak ingin ditangkap olehku, aku akhirnya diam saja mematung. Samar-samar aku seperti mendengar ada yang sedang berdiskusi. Aku tidak tahu siapa. Aku hanya mendengar suara-suara. Tidak jelas apa yang mereka katakan. Aku juga tidak mengenal bahasa mereka. Tiba-tiba, aku ditarik menjauh dari padang hijau itu. Ternyata biusku sudah habis lagi. Baru kutahu, mereka yang sedang membedahku itu yang sedang berdiskusi entah tentang apa.
Aku kesakitan karena begitu dalam mereka mencungkilnya. Karena tidak tahan, akhirnya aku berontak. Aku ingin melepaskan tangan dan kakiku dari jeratan mereka. Aku tidak sanggup lagi menahan sakitnya. Aku terus berontak dan terus berontak. Sampai akhirnya aku bisa terlepas juga. Aku terengah-engah mendapati tubuhku yang sudah tidak terjerat lagi. Aku terduduk di tempat tidur dengan rambut yang masih acak-acakan.
Tidak ada siapa-siapa, pikirku sambil masih terengah-engah.
Kulihat telapak tanganku tidak ada luka. Tapi, ada membiru seperti warna memar yang masih terasa sangat sakit. Kamarku masih terasa dingin. Padahal di luar sana begitu terik dan kipas angin tidak kunyalakan. Sepertinya mereka masih di dekatku. Di luar kamarku juga tidak ada suara siapa-siapa lagi, hanya suara TV yang masih menyala di ruang tengah tanpa ada yang menonton, sepertinya.
: ada sosok C dibalik semua ini hingga mereka membedahku untuk mengeluarkan prajuritnya!
Saturday, January 22, 2011
B
Siang ini akan menjadi siang yang menyebalkan.
: aku sakit perut karena tadi makan coklat, lagi.
Kemudian aku pun berbaring sambil menatap kamu di pojokan sana. Lama sudah aku mendiamkanmu. Menegur pun aku tak mau. Tapi, Tuhan selalu memasukkan kamu ke dalam pikiranku. Salah jika sekarang aku mengatakan hanya kamu yang selalu aku pikirkan? Kalau salah, kamu memang terlalu.
Sering aku bolak-balik lembar buku harianku. Aku ingin selalu memastikan apa saja hal-hal yang harus aku peduli dan kamu ada di salah satunya. Entah aku lupa di urutan ke berapa kamu kutulis. Sekarang, mari ikut aku untuk memastikannya!
Apakah mataku yang salah melihat atau tanganku yang salah menulis tempo itu. Ternyata kamu adalah satu-satunya hal yang menjadi kepedulianku. Kamu menguasai semua urutan dari satu sampai entah aku lupa ke berapa sekian. Begitu hebatnya kamu. Kalau kamu menganggapnya biasa saja, kamu memang sungguh terlalu.
Maafkan aku jika untuk saat ini kamu belum bisa terlalu sering di kamarku. Sebagian hidupmu aku pindahkan ke tempat yang lain. Di sana kamu juga disayangi. Bahkan setiap ada orang yang ingin mengambilmu, pasti aku selalu dapat laporan. Aku langsung menuju ke tempatmu di sana untuk memastikan kamu baik-baik saja. Jika sudah begitu, yang ada hanya rindu yang merayap.
Menungku akhir-akhir ini adalah tentang kamu. Aku harus punya waktu untuk kamu. Makanya aku menung-menung terus. Malam ini mungkin giliran Ocean Sea yang akan aku setubuhi. Kamu berikutnya. Sabar ya.
: listrik imajinasinya sedang membuat sketsa tubuh si B
Sering aku bolak-balik lembar buku harianku. Aku ingin selalu memastikan apa saja hal-hal yang harus aku peduli dan kamu ada di salah satunya. Entah aku lupa di urutan ke berapa kamu kutulis. Sekarang, mari ikut aku untuk memastikannya!
Apakah mataku yang salah melihat atau tanganku yang salah menulis tempo itu. Ternyata kamu adalah satu-satunya hal yang menjadi kepedulianku. Kamu menguasai semua urutan dari satu sampai entah aku lupa ke berapa sekian. Begitu hebatnya kamu. Kalau kamu menganggapnya biasa saja, kamu memang sungguh terlalu.
Maafkan aku jika untuk saat ini kamu belum bisa terlalu sering di kamarku. Sebagian hidupmu aku pindahkan ke tempat yang lain. Di sana kamu juga disayangi. Bahkan setiap ada orang yang ingin mengambilmu, pasti aku selalu dapat laporan. Aku langsung menuju ke tempatmu di sana untuk memastikan kamu baik-baik saja. Jika sudah begitu, yang ada hanya rindu yang merayap.
Menungku akhir-akhir ini adalah tentang kamu. Aku harus punya waktu untuk kamu. Makanya aku menung-menung terus. Malam ini mungkin giliran Ocean Sea yang akan aku setubuhi. Kamu berikutnya. Sabar ya.
: listrik imajinasinya sedang membuat sketsa tubuh si B
Subscribe to:
Posts (Atom)